13 feb 2009 08.40 WIB, terlihat di layar hp q “dil yen kw dowload, q titip vidi aldino nuansa bning yo he..” sms terakhinya sengaja tak ku balas karena sore aku berencana kesana menengok setelah 2 minggu ia dirawat di rumah sakit. Sore itu aku datang kerumahnya, ia duduk di sofa birunya (badannya menyusut semenjak dokter mengatakan ia mengidap penyakit radang paru-paru). Senyumnya yang khas menyapa kedatangan ku, ia pun berkata “tumben sore2 kesini, mank dari mana?” berbeda dari biasanya, aku datang ke sana disaat waktu-waktu luang sebelum rapat atau disela-sela jadwal kuliah. Namun, ketika itu aku benar-benar dari rumah dan sudah merencanakan sebelumnya untuk kesana (ternyata itulah pertemuan terakhir kita). Mulai canda tawa menghiasi sore itu dengan sedikit kekonyolan membumbui crita-crita kita. Kita pun mulai merencanakan misi nya untuk mulai memakai gaun muslimah nya. Tak terasa adzan maghrib berkumandang, saatnya aku harus kembali ke sangkarnya (manknya burung...). “sebelum aku pulang ni, tak puterin lagu ya” ucapku sambil mencoba memutar lagu itu dari hp ku. Antusias ia ingin mendengarkan lagu tersebut, sayangnya lagu nya ga’ bisa diputer (padahal di komputerku bisa, hmm...trnyata da yang salah dg programnya). Oke lah..., akhirnya ku janjikan bsok senin untuk memutarkan lagu itu.
Wahai pemilik nyawa ku
Betapa lemah diri ku ini
Berat ujian dari Mu
Ku pasrahkan semua pada Mu
Tuhan...
baru ku sadar indah nikmat sehari itu
tak pandai aku bersyukur
kini ku harapkan cinta Mu
Kata kata cinta terucap indah
Mengalir berdzikir di kidung doa ku
Sakit yang kurasa kian jadi penawar dosa ku
Butir buti cinta air mata ku
Teingat yang kau beri utnuk ku
Ampuni khilaf dan salah slama ini Ya Illahi
Muhasabah cinta ku
Tuhan....
kuatkan aku lindungi ku dari putus asa
Jika ku harus mati pertemukan aku dengan Mu
(Edcoustic)
Sabtu dan Minggu terasa cepat saja hari itu, di mana aku bersama nak2 himapsi mulai sibuk dengan persiapan study visit ke Semarang dan Yogja. Senin tanggal 16 Februari aku harus ke semarang ikut study visit yang diadakan himapsi. Teringat akan janji ku padanya di hari senin, aku pun berencana untuk menggantinya di hari selasa.
Minggu menuju Senin dini hari hp ku bunyi penanda ada sms masuk. Tak ada nama yang tertera hanyalah no hp ja dengan sebuah pesan “ni adiknya mbak atik, mbak atik pun mboten wonten” singkat tapi sepintas terbaca oleh ku.
Senin pagi, aku bergegas mempersiapkan diri untuk berangkat ke Semarang, karena jam 6 sudah harus berangkat padahal sebelum berangkat aku harus nganter ibu ku tersayang. Aku teringat sms yang ku buka tadi malam, ku lihatkan pesan itu pada kakak ku sambil berkata “mbak, mbak ati pun mboten wonten” kakak ku terperanjak mendengar itu. Kami sekeluarga mengira bahwa mbak atik temen kakak ku yang ga’ da (dengan berpikiran adiknya mbak atik tau nomer ku karena dia teman ku di SMP). Kakak ku pun mencoba untuk menelpon no itu ketika sampai di kampusku karena mengantar diri ku dan menanyakan sebab musabab nya, dari sebrang sana menjawab bahwa mbak atik kambuh radang paru-parunya. aku yang mendengar pembicaraan tersebut dengan sangat bodohnya “og kya’ meymey ya mbak” ucapku ke kakak ku, kakak ku menimbali “tapi badannya atik seger gitu beda dengan meymey, og ganas men sih”.
Tmen-tmen memanggilku untuk segera masuk bis, karena akan segera berangkat ke semarang. Sempat aku bercerita tentang berita duka itu ke teman-teman ku, ya hanya sekedar menceritakan kalau teman kakak ku da yang meninggal karena radang paru-paru.
Sesampai UNDIP, jiwa ni masih riang dengan sapaan yang mengesankan dari teman-teman UNDIP. Waktu menunjukan angka 12 siang, waktunya berpamitan dan melanjutkan perjalanan ke UNISULA, ketika itu juga sms datang dari kakak ku yang sebelumnya menoba telpon aku berulang kali tapi nomer ku tak bisa dihubungi, sampai akhirnya sms itu hadir. Mata ku terbelalak membaca pesan itu bagai aku tersadar dalam tidur ku, aku berusaha tak percaya dan meragukannya. Namun, itu benar adanya setelah aku telpon nomer tanpa nama itu. Aku tak mampu menahan tangis mendengar suara dari sebrang. “mbak dimana? Ni sudah selesai”. Perjalanan menuju UNISULA mulai terusik dengan tangisan ni. Sapaan yang benar-benar lebih mengesankan dari UNISULA tak mampu mencairkan perih ini. Aku pun berencana untuk turun dijalan dan kembali ke solo dengan naik bis umum. Tetapi, apalah daya tak kuasa aku berencana. Ku coba menghubungi teman-teman kami, ternyata tak ada yang tau karena sumber berita itu dari ku. Mereka juga melewatkan pemakaman itu. Maaf..., ni salah ku (sungguh ni kebodohan ku...). Andai saja berita itu tersampaikan dengan benar dari ku, mungkin aku tak kan berada di semarang dan aku bisa melihat terakhir kalinya, bukan hanya aku yang bisa teman-teman pun juga. Namun, hanya tangisan di sepanjang jalur semarang-solo yang membersamai ku.
Jam 9 malam sesampainya aku di kampus, lansung ku lanjutkan perjalanan ke rumahnya. Sesampainya aku berdiri terpaku di depan rumahnya (sambil ku berjanji aku tak akan menangis untuknya). Ibunya memanggilku dan kurasakan pelukan eratnya membersamai tangisan kami. Kini aku bukan seorang yang tegar seperti ia bilang pada ku. Aku hanya manusia biasa yang kuat karena orang-orang disekitarku.
23.30 WIB ku diantar pulang. Sungguh air mata ini ingin menetes lagi sesampainya di rumah melihat ibu, kakak, bapak, adik melewatkan jam tidurnya menanti kedatangan ku. Tak lama kemudian dering telpon pun berbunyi.......
Kini terasa sungguh
Semakin engkau jauh semakin terasa dekat
Akan ku kembangkan
Kasih yang engkau tanam di dalam hati ku